Jumat, 16 Maret 2012

The Return of The Kingdom

3 komentar
 Replika: Kereta Cokrokusumoyang di datangkan langsung dari Solo

KEDIRI- Sebuah bangunan berarsitektur Jawa tampak berdiri megah  di kawasan Lebak Tumpang Klothok Kediri, tepatnya di Jl. Dr. Saharjo Gg. Lawu No.100. Di depan bangunan tertulis Rumah Makan Mas Demang dengan foto 2 orang lelaki yang memakai busana adat Jawa lengkap dengan blangkonnya. Di pintu masuk, kami (tim Journalist Blog Contest Manda)  disambut dengan satu patung lelaki Jawa gemuk dan di sampingnya ada sebuah patung wanita berpakaian gemuk ala sinden Jawa .
Seorang lelaki paruh baya berkaus putih menghampiri kami. Senyum sumringah lebar tampak di wajahnya ketika kami tiba kemarin (18/03). Beliau adalah Prof. Dr. KP. AP. Kusumaningrat .PhD atau yang lebih akrabnya dipanggil dengan Mas Demang,48, pemilik rumah makan itu. Beliau lalu mempersilakan kami masuk ke dalam. Ruangan yang kami masuki pertama adalah museum benda pusaka. Kami sempat terperangah begitu masuk ke dalamnya. Sebuah badan kereta kuda yang indah bak kereta kencana mengundang decak kagum. Kereta itu merupakan replika dari Kereta Cokrokusumo yang didatangkan langsung dari Solo. Selain Kereta Cokrokusumo juga ada sekitar 200 keris dengan bentuk yang bermacam-macam. Tujuh diantaranya didatangkan langsung dari Leiden, Belanda. Selain tujuh keris itu, ada juga 3 keris yang dapat berdiri. Sebenarnya ada sebelas keris akan tetapi hanya tiga yang masih dikeluarkan. Menurut cerita, keris yang dapat berdiri adalah bentuk peralihan kesaktian seorang raja maupun ksatria. Akan tetapi keris ini tidak hanya dapat diberdirikan oleh raja maupun ksatria. Seorang pegawai perempuan Mas Demang yang tak mempunyai kekuatan apapun dapat mendirikan keris Nogo Retno, salah satu diantara 3 keris yang dikeluarkan. Intinya asalakan kita dapat menyeimbangkan keris itu, maka keris dapat berdiri tanpa harus kita mempunyai suatu kesaktian. Sebenarnya keris yang dimiliki Mas Demang ada sekitar 500 keris tapi oleh lelaki kelahiran 14 Juli 1964 ini 300 keris lain masih belum dipublikasikan. Selain keris dan kereta, ada juga berbagai batu-batu bersejarah yang didapatkan Mas Demang dari seluruh pelosok Indonesia. Termasuk juga Batu Bunglot, batu yang konon katanya merupakan batu tempat Panembahan Senopati bertemu dengan Nyi Roro Kidul. Itu hanya cerita, tapi menurut Mas Demang, budaya Jawa telah mengubah mitos menjadi sebuah kenyataan.
Lanjut ke belakang museum, dengan menuruni sebuah tangga kecil telihat gazebo-gazebo rumah makan lesehan yang berjajar rapi. Sebuah kolam ikan besar menghiasi bagan tengah rumah makan itu. Senandung musik Jawa yang tadi juga terdengar di museum, di rumah makan ini juga mengalun merdu. Beberapa pegawai sibuk membersihkan beberapa bagian rumah makan. Yang unik dari lesehan ini adalah seluruh pegawainya memakai batik. Yang laki-laki memakai belangkon sedangkan yang perempuan mengenakan jilbab. Di belakang rumah makan yang baru diresmikan beberapa waktu yang lalu ada juga kolam renang anak sedang di sampingnya ada kebun binatang mini. Kebun binatang mini ini berisi berbagai hewan seperti bangau, berbagai jenis ayam dan burung, dan beberapa monyet yang dibiarkan berkeliaran. Di belakang kebun binatang mini, terhampar kebun berisi pohon buah naga hitam yang juga merupakan salah satu bisnis yang digeluti Mas Demang.
Mas Demang sendiri adalah keturunan kerajaan Solo yang bergelar Pengageng Ndalem Kademangan. Pria yang menempuh studi di Thailand, Filipina, dan berbagai Negara lain ini menggunakan seluruh dana pribadinya untuk membangun tempat seluas 1500 m2 ini. “Pemerintah tidak membantu apapun dalam pengelolaan tempat berisi sejarah ini,” tukas Mas Demang sambil tersenyum. Untuk pembuatan tempat ini, Mas Demang tidak menyebutkan berapa nominalnya. Beliau hanya menyebutkan untuk membuat museumnya saja membutuhkan biaya di atas satu miliar. Mas Demang yang sudah mempunyai empat anak ini baru menetap di Kediri pada tahun 1991. Beliau membangun tempat ini karena sekedar ingin ngur-nguri budaya Jawa. Menurutya, budaya Jawa semakin lama kian luntur digerus zaman. Yang unik dari  beliau adalah tidak seperti budayawan Jawa umumnya yang terlalu mengagungkan atau bahkan ‘menuhankan’ budaya Jawa sendiri. Untuk membersihkan benda-benda pusaka miliknya beliau tidak mengadakan ritual khusus seperti dimandikan dengan bunga atau air tertentu. Mas Demang hanya membersihkannya layaknya benda biasa. Lanjut Mas demang, masyarakat pada umumnya telah mencampurkan budaya Jawa ke dalam syariat Islam. Padahal yang seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam itu sendiri. Menurut Mas Demang masyarakat pada umumnya telah mencampurkan budaya Jawa ke dalam syariat Islam. Padahal yang seperti ini tidak dibenarkan dalam Islam. Memang kita semua harus melestarikan budaya Jawa tapi bukan dengan mencampurkan budaya Jawa dengan Islam, kalu kita mencampurnya itu sama saja dengan Bid’ah kalu keterusan bisa jadi syirik, tukas Mas Demang tegas. Setiap malam pintu museum tidak pernah dikunci walaupun ada beberapa penjaga. Kalaupun ada yang mencuri benda pusakanya, Mas Demang tidak akan merasa dirugikan, dia hanya khawatir jika nantinya pencuri akan dihantui rasa bersalah. Pria bersahaja yang sering membersihkan museum dan rumah makannya sendiri walaupun ada pegawai ini juga menambahkan, apabila seorang pencuri dihantu-hantui benda pusaka yang dicurinya, itu bukan karena kesaktian benda itu akan tetapi adalah imajinasinya karena perasaan takut dan gelisah karena telah melakukan suatu dosa. (kk).

3 komentar:

  1. Wah, tapi kok gak terkenal yeuw,.,.,.!!!

    BalasHapus
  2. tempat ini baru dibuka sekitar satu minggu yang lalu. kedepannya kami berharap tempat ini akan sering dikunjungi orang karena menyimpan sejarah-sejarah yang berharga ^.^

    BalasHapus
  3. aq udah kesana,tempatnya nyaman, adem, makanannya enak2! pemiliknya pak demang yg pnah ikut mencalonkan jd walikota kediri wkt dulu, ornya jg asli dr keraton solo

    BalasHapus